Kek Beng memulai menulis sejak ia duduk di HCK (Hollands Chinese Kweek school) di Jatinegara, Jakarta. Setelah lulus (1922) ia menjadi guru di Bogor, tetapi tak lama kemudian ia pindah ke surat kabar Bin Seng dan kemudian ke Sin Po. Kariernya terus menanjak sampai ia menjadi pemimpin redaksi surat kabar Sin Po yang pernah menolak tulisannya.
Kek Beng termasuk wartawan peranakan yang dicari-cari Jepang ketika negara ini menduduki Indonesia. Namun ia berhasil menyembunyikan diri di Bandung. Kek Beng akrab bergaul dengan para pemimpin pergerakan nasional terutama dari kalangan Partai Nasional Indonesia. Sebagai pemimpin redaksi ia mengijinkan pamuatan lagu Indonesia Raya dalam surat kabar Sin Po, karena pengarang lagu tersebut (W.R. Supratman) juga wartawan di surat kabar itu. Kek Beng menulis cukup banyak buku, namun yang terkenal adalah Doea Poeloe Lima Taon Sebagai Wartawan (1948) tentang pengalamannya sebagai wartawan. Tulisan-tulisan Kwee Kek Beng mirip sketsa, dan sangat kaya dengan ungkapan-ungkapan yang hidup dalam masyarakat Betawi. Di kalangan sastrawan atau wartawan sejamannya, ia dikenal sebagai pelopor "pojok", sebuah rubrik di surat kabar atau majalah yang berisi kritik sosial atas berbagai persoalan aktual yang terjadi di tengah masyarakat. Ia sangat terpelajar. Menulis 6 judul buku. Ia wartawan yang sangat terkenal. Kritik-kritiknya disegani karena ilmiah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar