Saya tergerak untuk menurunkan tulisan singkat dan dangkal mengenai ini setelah ada anggota forum Budaya Tionghoa yang menunjukkan perhatian dan antusiasme yang besar tentang kepercayaan tradisional, pikiran yang mendasarinya dan ritual2-nya yang banyak terlihat dalam interaksi dengan suku Tionghoa yang masih memegang teguh adat tradisinya, namun terasa asing bahkan untuk pelaku dan pelaksana kepercayaan tradisional itu yang notabene adalah orang Tionghoa sendiri.
Saya mengharapkan tambahan dan koreksi dari para teman yang juga tahu dan punya pengetahuan di bidang ini untuk melengkapi isi dari tulisan singkat ini. Mudah2an sedikit tulisan ini dapat memperkaya koleksi arsip tentang kebudayaan Tionghoa yang memang sangat minim di Indonesia.
Kepercayaan tradisional ini sebenarnya bukanlah suatu agama tertentu seperti yang menjadi kesalahpahaman dan salah kaprah mayoritas pemeluk agama lainnya.
Kepercayaan di dalam bahasa Mandarin disebut sebagai Xin4 Yang3, dan agama disebut sebagai Zong1 Jiau4. Ada orang yang menyebut kepercayaan tradisional ini sebagai Tri-Dharma (Sam Kau = hokkian, Shan1 Jiau4 = mandarin) yaitu gabungan antara Taoisme, Konfusianisme dan Buddhisme.
Ada pula yang mengklaim kepercayaan tradisional ini sebagai agama Khonghucu. Semua ini boleh2 saja, namun saya sendiri tidaklah menganggap kepercayaan ini sebagai salah satu agama dari ketiga agama tadi ataupun agama baru yang terbentuk darinya.
Saya merasa kepercayaan tradisional adalah hal yang telah ada jauh sebelum agama eksis dan merupakan bagian dari budaya (sinkretisme budaya), malah mempengaruhi bentuk dan transformasi ketiga agama tadi dalam batas2 tertentu.
Di zaman dulu, ada atau tidaknya agama leluhur orang Tionghoa, mereka tetap akan memegang teguh kepercayaan tradisional ini.
Mari kita bersama2 membahas dan mendiskusikan kepercayaan tradisional masyarakat Tionghoa ini dari aspek budaya dan sejarahnya tanpa terjerumus dalam debat kusir yang tidak berguna mengenai agama atau kepercayaan yang sering kita lihat di forum lainnya.
Pandangan terhadap alam semesta dalam kepercayaan tradisional
Sejarah kebudayaan Tionghoa seperti kebudayaan kuno lainnya juga dimulai dengan mitologi. Di zaman dahulu kala, leluhur orang Tionghoa mulai menuliskan pandangan mereka terhadap alam semesta ini.
Mereka menganggap bahwa sebelum dunia ini terbentuk, langit (Tian1) dan bumi (Di4) merupakan satu kesatuan yang disebut dengan keadaan tidak berbentuk atau chaos (Hun4 Dun4).
18 ribu tahun kemudian, seorang bernama Pan2 Gu3 mulai memisahkan langit dan bumi. Setiap hari, langit bertambah tinggi 3.3 meter, bumi bertambah tebal 3.3 meter dan Pan Gu bertambah tinggi 3.3 meter.
Demikian seterusnya 18 ribu tahun berlalu dan langit telah sangat tinggi, bumi telah sangat tebal. Setelah Pan Gu wafat, anggota tubuhnya kemudian menjadi matahari dan bulan, gunung dan laut, sungai dan danau.
Inilah yang disebut sebagai legenda Pan Gu memisahkan langit dan bumi (Pan2 Gu3 Kai1 Tian1 Di4) dan Pan Gu juga mendapat gelar Raja Langit Pertama (Yuan2 Shi3 Tian1 Wang2). Jadi, sebenarnya juga ada mitologi penciptaan di dalam kepercayaan tradisional Tionghoa, cuma Pan Gu adalah tetap merupakan sosok manusia yang kemudian menjadi tokoh legendaris yang tidak pernah di-Tuhan-kan.
Di kemudian hari, dalam mitologi bangsa Tionghoa juga ada tokoh legendaris Nu3 Wa1 yang dikenal sebagai ibu pertama dari bangsa Tionghoa menciptakan manusia dan menambal langit yang bocor. Fu2 Xi1 yang mengajarkan cara membuat jala dan menangkap ikan, beternak dan berburu, menciptakan Ba1 Gua4 (8 diagram) dan Shen2 Nung2 yang mengajari cara bertani, ahli obat2 tradisional dan memperkenalkan minuman teh.
Di masa ini, leluhur orang Tionghoa menganggap bahwa alam semesta ini terbagi atas 2 bagian yaitu langit dan bumi. Namun sampai pada munculnya Taoisme dan masuknya Buddhisme ke Tiongkok, bagian alam semesta tadi berkembang menjadi yang sekarang kita kenal yaitu 3 bagian yang terdiri dari alam Langit (Tian1 Jie4), alam Bumi (Ming2 Jie4) dan alam Baka (You1 Jie4).
Tiga Alam
Konsep tiga alam adalah inti dari kepercayaan tradisional Tionghoa. Leluhur orang Tionghoa percaya bahwa tiga alam ini mempunyai peranannya masing2 dalam menjaga keseimbangan alam semesta ini. Ketiga alam ini tidak dapat dipisahkan dan berdiri sendiri tanpa kedua alam lainnya.
Alam Langit (Tian1 Jie4) adalah menunjuk pada alam yang didiami dan menjadi tempat kegiatan para raja2 Langit (Tian1 Wang2) dan dewa-dewi langit (Tian1 Shen2). Alam ini dianggap sebagai pusat pemerintahan alam semesta, yang mengatur seluruh kehidupan di alam bumi. Orang2 besar yang berjasa di bidangnya masing2 terhadap masyarakat Tionghoa di zamannya dapat naik menjadi dewa-dewi di alam Langit. Nenek moyang dalam mitologi seperti Nu Wa, Fu Xi dan Shen Nung serta kaisar2 legendaris seperti Yao2, Xun4 dan Yu3 adalah bertempat tinggal di sana bersama dengan dewa-dewi pejabat pemerintahan langit lainnya yang akan diterangkan lebih lanjut dalam bagian yang lain.
Alam Bumi (Ming2 Jie4) adalah menunjuk pada bumi tempat kita berada, yang menjadi tempat tinggal dan tempat kegiatan dari seluruh makhluk hidup. Dewa-dewi dan pejabat di alam Langit bertanggung jawab melaksanakan tugas pemerintahan mereka di alam Bumi. Juga disebut sebagai Yang2 Jian1 ataupun Ren2 Jian1.
Alam Baka (You1 Jie4) adalah menunjuk pada alam di bawah bumi ataupun alam sesudah kematian, yaitu alam yang menjadi tempat domisili dan kegiatan dari roh2 (Ling2) dan hantu2 (Gui3) dari manusia setelah meninggal dunia. Di alam ini, ada sekelompok dewa dan pejabat alam yang khusus memerintah di alam ini. Dalam kepercayaan tradisional, leluhur orang Tionghoa mempercayai bahwa kehidupan setelah meninggal adalah lebih kurang sama dengan kehidupan manusia di dunia ini. Di alam ini, setiap orang akan menjalani pengadilan yang akan membawa kepada hadiah maupun hukuman dari dewa dan pejabat di alam ini. Alam Baka keseluruhan berjumlah 10 Istana Yan Luo (Shi2 Dian4 Yan2 Luo2) dan 18 Tingkat Neraka (Shi2 Ba1 Ceng2 Di4 Yu4).
Dalam perkembangannya, kepercayaan mengenai alam Baka ini kemudian terpengaruh oleh konsep reinkarnasi dari Buddhisme yang ditandai dengan kepercayaan bahwa roh yang hidup di alam Baka kemudian akan terlahir kembali ke dunia sebagai manusia setelah lupa akan kehidupan sebelumnya dengan meminum sup Meng4 Po1 dan melewati jembatan Nai4 He2. Perbedaan yang mendasar adalah bahwa kepercayaan tradisional ini menganggap manusia hanya akan terlahir kembali sebagai manusia dan tidak sebagai makhluk lainnya.
Hubungan dan Interaksi Antar Tiga Alam Alam Langit, alam Bumi dan alam Baka adalah mempunyai hubungan satu sama lain dan dapat berinteraksi di antaranya. Kepercayaan leluhur orang Tionghoa bahwa ada kehidupan setelah kematian, seseorang yang telah meninggal akan menjadi roh (Ling2) ataupun hantu (Gui3).
Roh ini terbagi atas roh yang baik dan jahat. Roh yang dihormati dan dikenang oleh keturunannya sehingga dapat menjaga, melindungi dan membawa berkah pada keluarga anak cucunya adalah roh leluhur yang baik. Sedangkan roh yang tidak mendapat penghormatan, perlakuan layak dan wajar oleh keturunannya ataupun yang meninggal secara tidak wajar biasanya merupakan roh yang jahat. Roh yang jahat inilah yang biasanya kita kenal dengan sebutan hantu.
Namun, tidak semuanya akan menjadi roh ataupun hantu. Ada tokoh2 tertentu yang berjasa dan berkontribusi besar bagi masyarakat, kebudayaan dan negara akan naik derajatnya menjadi dewa-dewi yang patut dihormati masyarakat luas untuk mengenang dan menghormati jasa2 mereka.
Namun, tidak semuanya akan menjadi roh ataupun hantu. Ada tokoh2 tertentu yang berjasa dan berkontribusi besar bagi masyarakat, kebudayaan dan negara akan naik derajatnya menjadi dewa-dewi yang patut dihormati masyarakat luas untuk mengenang dan menghormati jasa2 mereka.
Banyak dari dewa-dewi leluhur orang Tionghoa yang sebenarnya merupakan tokoh sejarah yang benar-benar pernah hidup pada masanya dan bukan cuma legenda atau mitologi. Dewa-dewi tersebut mempunyai peranan dan kelebihan masing2 seperti Guan Gong (nama asli Guan1 Yun2-chang2) yang hidup masa Dinasti Han akhir (Tiga Negara) dipuja sebagai Dewa Perang yang melambangkan kekuatan dan kesetiaan, lalu Ma Zhu Niang-niang (nama asli Lin2 Mo4-niang2) yang hidup di zaman Dinasti Sung yang dipuja sebagai Dewi Maritim yang melambangkan bakti seorang anak kepada orang tuanya.
Dari semua bentuk interaksi ini, yang paling nyata dan penting dalam kepercayaan tradisional ini adalah upacara merayakan ulang tahun dewa-dewi (Wei4 Shen2 Zuo4 Shou4) dan membantu roh untuk terbebas dari penderitaan (Ti4 Gui3 Cao1 Sheng1, dalam agama tertentu dapat disamakan dengan pelimpahan jasa2).
Kedua upacara ini biasanya diselenggarakan bersamaan pada hari2 ulang tahun dari dewa-dewi tersebut. Semua ini dilakukan demi penghormatan kepada dewa-dewi dan roh2 yang dianggap dapat mempengaruhi kehidupan manusia di dunia ini. Bentuk2 ritual kepercayaan ini sangat berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya. Namun di dalam perbedaan tersebut, persamaannya masih tetap lebih menonjol karena dewa-dewi yang dipuja dan inti dari penghormatan tersebut adalah sama hakikatnya.
Asal Usul Dewa-Dewi Dalam Kepercayaan Tradisional Tionghoa
Lalu, kita harus bertanya, apa dan siapa saja yang dapat dianggap sebagai dewa-dewi yang ditinggikan dalam kepercayaan tradisional ini? Bila Sdr. Perfect Harmony telah mengulas dewa-dewi ditinjau dari segi agama masing2, maka saya tak akan mengulangnya lagi dan mencoba meninjau dari segi pandang yang lain, yaitu jenis2 dan asal usul dewa-dewi tersebut.
Secara garis besar maka jenis2 dewa-dewi yang dipuja dalam kepercayaan tradisional ini berdasarkan asal usulnya adalah : Bentuk penghormatan kepada alam (Ze4 Ran2 Chong2 Bai4) .
Kategori ini termasuk dewa-dewi yang paling awal karena telah ada sejak zaman dahulu kala jauh sebelum munculnya penghormatan jenis lainnya. Karena di zaman dulu, alam merupakan tantangan keras bagi leluhur bangsa Tionghoa untuk bertahan hidup, maka leluhur bangsa Tionghoa berusaha hidup harmonis dalam kerasnya alam.
Dewa dari jenis penghormatan ini misalnya : Yu4 Huang2 Da4 Di4 = Raja Langit, merupakan bentuk penghormatan pada langit. Fu2 De2 Zheng4 Shen2 (Tu3 Di4 Gong1 atau Tho Te Kong) = Dewa Bumi/Tanah, merupakan penghormatan pada bumi. Wu3 Lei2 Yuan2 Shuai4 (Lei2 Gong1 atau Li Kong) = Dewa Petir, merupakan penghormatan pada petir. dan masih banyak yang tak saya sertakan di sini, bila perlu akan diturunkan dalam artikel tersendiri.
Bentuk penghormatan kepada leluhur (Zu3 Xian1 Chong2 Bai4) Kategori ini muncul setelah adanya pengaruh Konfusianisme yang sangat menekankan pentingnya penghormatan kepada leluhur, terutama yang berjasa dan berkontribusi bagi orang banyak. Bila tidak ada leluhur, tentu kita tidak akan berada di sini sekarang dapat berdiskusi di forum ini. Dewa-dewi bentuk penghormatan terdiri dari tokoh2 sejarah besar, tokoh2 mitologi yang dianggap sebagai leluhur jauh maupun dekat, misalnya :
Tokoh2 sejarah :
Kaisar pra-Dinasti Xia seperti Yao2, Shun4 dan Yu2.
Kong3 Zi3 Gong1 = Konfusius/Khonghucu, lambang kebijakan. Fo2 Zu3 = Buddha Sakyamuni/Hud Cho.
Tai4 Shang4 Lao3 Jun1 = Lao-tse. Guan1 Sheng4 Di4 Jun1 = Kwan Kong, lambang kesetiaan. Bao1 Gong1 = Bao Zheng/Hakim Bao, lambang keadilan.
Tian1 Shang4 Sheng4 Mu3 = Ma Zu/Ma Cho, lambang bakti anak terhadap orang tua.
Tokoh mitologi : Yuan2 Shi3 Tian1 Wang2 = Pan Gu, tokoh mitos penciptaan alam semesta. Nu3 Wa1 Niang2 Niang2 = Nu Wa, tokoh mitos penciptaan manusia. Qi2 Tian1 Da4 Sheng4 = Sun Go Kong, tokoh mitos dalam cerita Perjalanan ke Barat (Xi You Ji). Xuan1 Yua2 Shi4 = Huang Di, kaisar purba di abad 27 SM.
Wu3 Ke2 Da4 Di4 = Shen Nung, ahli pertanian dan obat tradisional. Bentuk lain2 (Shu4 Wu4 Chong2 Bai4) Kategori ini adalah bentuk penghormatan yang tidak termasuk ke dalam kategori di atas. Misalnya :
Men2 Shen2 = Dewa Pintu.
Zao4 Jun1 = Dewa Dapur.
Bila diperhatikan, maka hampir semua dari dewa-dewi yang ditinggikan di dalam kepercayaan tradisional ini adalah dimanusiakan tanpa memandang bentuk asalnya. Ini terutama terlihat dalam bentuk penghormatan pada alam maupun bentuk2 lain. Namun apapun bentuk yang ditunjukkan (patung, papan nama penghormatan deelel), yang dipuja dan dihormati tentu bukan bentuk real darinya. Jadi yang dilakukan dalam kepercayaan tradisional ini bukanlah memuja sang patung ataupun papan tadi, namun adalah memuja dan menghormati dewa-dewi yang bersangkutan. (Bersambung)
Credit to:
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing List Budaya Tionghoa
Description English: The Shou Qiu site – the two giant turtle-borne steles on the eastern and western side of a small lake. As almost all turtles of these kind, the two turtles look to the south. The western stele is known as “Qing Shou Stele”, the eastern stele, as the “Wan Ren Chou Stele” Date 24 January 2011 Source :Vmenkov , This file is licensed under the Creative Commons Attribution-Share Alike 3.0 Unported, 2.5 Generic, 2.0 Generic and 1.0 Generic license.
Source Pbdragonwang , ” The Statue of Lei Gong in Tainan Fongshen Temple ( the temple of Wind-god).This file is licensed under theCreative Commons Attribution-Share Alike 3.0 Unported]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar